Harta Sebagai Titipan Dari Allah
Jika ada diadakan survey, adakah
manusia yang mau hidup miskin? Bahkan dipastikan hasilnya tidak ada. Semua
orang ingin hidup kaya raya, begitulah manusia secara naluri tidak ada yang mau
hidupnya melarat, karena itu tidak heran bila kebanyakan orang siap berjibaku
untuk mendapatkan kekayaan. Tetapi tidak semua jalan mendapatkan kekayaan
ditempuh dengan jalan yang benar. Lalu amalan-amalan apa saja yang mampu
mendatangkan harta?
Hidup berkecukupan harta tampaknya
menjadi impian semua orang. ya, karena dengan harta yang berlimpah segala
kebutuhan material bisa terpenuhi. Mau berlibur kemana pun bisa, mau mobil yang
super mewah juga gampang, bahkan hasrat memiliki pesawat pribadi dan pulau
pribadi pun bisa, mungkin yang belum bisa hanya membangun Negara pribadi.
Hidup kaya tidaklah ada yang
melarang, manusia wajib untuk berusaha, yang dilarang adalah menjadikan harta
sebagai tujuan dan segala-galanya demi harta. Bila sudah memiliki harta, maka
kita sebagai manusia wajib untuk bersyukur, bukan malah melupakan Allah pemberi
nikmat tersebut.
“Katakanlah : Sesungguhnya
shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta
alam” (QS. Al-An’aam : 162)
Selain itu, Allah SWT memberikan
harta sebagai titipan dan juga amanah yang harus dipergunakan sebagimana
mestinya. Inilah yang sering manusia lupa, harta dihamburkan untuk keperluan
yang mubazir.
“Berimanlah kamu kepada Allah dan
Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan
kamu menguasainya. Maka orang-orang yang beriman diantara kamu dan menafkahkan
(sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang besar” (QS. Al-Hadid : 7)
Harta Adalah Ujian Dari Allah
Memiliki harta yang banyak bukan
berarti kita disayangi Allah, justru kita sedang di uji mampukah menggunakan
harta di jalan Allah. Harta juga merupakan perhiasan dunia yang bisa
menggelincirkan manusia menjadi kufur. Lantas harta yang ada ditangan kita
harus dipergunakan untuk apa? Selain untuk kebutuhan sehari-hari, harta juga
sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah, harta tidak lebih hanya salah
satu sarana dan bekal untuk beribadah kepada Allah ta’ala. Beribadah dalam
bentu apa? Banyak sekali, untuk menyantuni anak yatim dan fakir miskin, untuk
kegiatan sosial dan tentu untuk membantu dakwah yang hak, dakwah yang bisa
membantu mendekatkan diri kepada Allah. Selain itu bisa kita pergunakan untuk
ibadah haji, membangun masjid atau bentuk infaq yang lain.
Apabila harta sudah ada ditangan,
kita juga diwajibkan untuk bersyukur, bersyukur itu selain diucapkan juga
dilakukan untuk memperbanyak ibadah, jika kita mensyukuri harta yang kita
miliki berapa pun jumlahnya maka In Shaa Allah harta kita justru akan ditambah,
sebaliknya bila kita menggerutu maka Allah akan mempersempit rezeki kita.
“Dan (ingatlah juga), tatkala
Tuhanmu memaklumkan. Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan
menambah (nikmat) kepadamu, dan jika
kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya adzab-Ku sangat pedih.” (QS.
Ibrahim : 7)
Bila harta bertambah, maka takwa
kita semestinya semakin tinggi pula, Allah ta’ala mencela orang yang lebih
mencintai harta hingga dirinya menjadi seorang yang bakhil, sombong dan lupa
terhadap Allah.
“Dan jikalau Allah melapangkan
rizki kepada hamba-hamba-Nya, tentulah mereka akan melampaui batas di muka
bumi. Tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran.
Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat”
(QS. Asy-Syuura : 27)
Sebagai muslim sudah selayaknya
melupakan harta dan kekayaan lebih tinggi dengan kedudukan ibadah kepada Allah.
Ingatlah Allah menciptakan jin dan manusia tidak lain untuk beribadah kepada
Allah, karena itu kita harus melupakan harta semata-mata seperti alat untuk
membantu ibadah-ibadah kita. Jadi hidup bukanlah untuk berfoya-foya dan
bersenang-senang semata.
Sekarang mari kita bahas
amalan-amalan yang bisa mendatangkan rezeki.
1. Memperbanyak membaca istigfar
2. Takwa
Barangsiapa bertakwa kepada Allah,
niscaya Dia akan mengadakan jalan keluar baginya dan memberinya rizki dari arah
yang tidak disangka-sangka. (At-Thalaq/65 : 2-3)
3. Tawakal
“Sungguh, seandainya kalian
bertawakkal kepada Allah sebenar-benar tawakkal, niscaya kalian akan diberi
rizki sebagaimana rizki burung-burung. Mereka berangkat pagi-pagi dalam keadaan
lapar, dan pulang sore hari dalam keadaan kenyang” (HR. Imam Ahmad)
“Dan barangsiapa bertawakkal kepada
Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. sesungguhnya Allah melaksanakan urusan
(yang dikehendaki-Nya). Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi
tiap-tiap sesuatu” (QS. Ath-Thalaq : 3)
4. Beribadah kepada Allah
(Khuysu)
“Hendaklah kamu beribadah kepada
Allah seakan-akan kamu melihat-Nya. Jika kamu tidak melihat-Nya, maka
sesungguhnya Dia melihatmu.” (HR. Imam Muslim)
Hadis ini mengajarkan kita untuk
beribadah sekhusyu mungkin, janganlah kita termasuk orang-orang yang beribadah
jasad mereka ada di masjid sedang hatinya berada diluar masjid. Hadis lain yang
diriwayatkan Imam Ahmad, At-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Al-Hakim dari Abu Hurairah
r.a. dari Nabi SAW beliau bersabda :
“Sesungguhnya Allah T’ala
berfirman, ‘Wahai anak Adam! Beribadahlah sepenuhnya kepada-Ku, niscaya Aku
penuhi (hatimua yang ada) di dalam dada dengan kekayaan dan Aku penuhi
kebutuhanmu. Jika tidak kalian lakukan niscaya Aku penuhi tanganmu dengan
kesibukan dan tidak Aku penuhi kebutuhanmu (kepada manusia).” (HR. Imam Ahmad, At-Tirmidzi, Ibnu Majah
dan Al-Hakim)
“Lanjutkan haji dengan umroh,
karena sesungguhnya keduanya menghilangkan kemiskinan dan dosa, sebagaimana api
dapat menghilangkan kotoran besi, emas dan perak. Dan tidak ada pahala haji
yang mabrur melainkan surga.” (HR. Imam Ahmad, At-Tirmidzi, An Nasa’i, Ibnu
Khuzimah dan Ibnu Hibban)
Dalam hadis yang mulia tadi, Nabi
Muhammad SAW berkata bahwa buah melanjutkan haji dengan umroh atau sebaliknya
adalah hilangnya kemiskinan dan dosa.
6. Silaturahim
“Siapa yang senang untuk
dilapangkan rizkinya dan diakhirkan ajalnya (dipanjangkan umurnya) maka
hendaklah ia menyambung (tali) silaturahim.” (HR. Imam Bukhari)
Para ulama menjelaskan, menjalin
silaturahim adalah mendekatkan kembali ikatan kekeluargaan yang sudah putus
atau renggang, bukan yang sudah baik terus saling bertemu.
“Dan barang apa saja yang kamuu
nafkahkan, niscaya Dia akan menggantiny, dan Dia-lah pemberi rizki yang
terbaik” (QS. Saba : 39)
Ayat diatas menjadi penjelas bahwa
Allah akan memberi ganti dari setiap barang atau uang yang kita infakkan. Syeh
Ibnu Asyhur berkata, yang dimaksud infak disini adalah infak yang dianjurkan
dalam agama, seperti berinfak kepada orang-orang fakir dan berinfak di jalan
Allah untuk menolong agama.
Para malaikat berdo’a untuk orang
yang berinfak.
“Tidaklah para hamba berinfak di
pagi hari, melainkan pada pagi itu terdapat dua malaikat yang turun. Salah
satunya berdo'a, 'Ya Allah, berikanlah ganti kepada orang yang berinfak',
sedang yang lain berkata, 'Ya Allah, berikanlah kebinasaan (harta) kepada orang
yang menahan hartanya'."
maka barangsiapa berinfak, berarti
dia telah memenuhi syarat untuk mendapatkan ganti. sebaliknya siapa yang tidak
berinfak maka hartanya akan lenyap dan dia tidak berhak mendapatkan ganti.
8. Berinfak Kepada Penuntut Ilmu Syar'i
"Dahulu ada dua orang saudara pada masa Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam. salah seorang daripadanya mendatangi Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam dan (saudaranya) yang lain bekerja. Lalu
saudaranya yang bekerja itu mengadu kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam,
makan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : 'Mudah-mudahan engka diberi
rezeki dengan sebab dia." (HR. At-Tirmidzi dan Al-Hakim)
9. Berbuat Baik Kepada Orang-orang Miskin
Imam Al-Bukhari meriwayatkan dari Mus'ab bin Sa'ad r.a.
ia berkata bahwasannya saat Radiyallahu 'Anhu merasa dirinya memiliki kelebihan
daripada orang lain maka Rasulullah SAW bersabda:
"Bukankah kalian ditolong dan diberi rizki lantaran
orang-orang lemah diantara kalian?" (HR. Imam Bukhari)
"Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya
mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rizki yang
banyak" (QS. An-Nisaa : 100)
Selanjutnya - Menunggu 50.000 tahun, Menunggu Apa?
Selanjutnya - Menunggu 50.000 tahun, Menunggu Apa?