Al Quran sebagai kitab suci, wahyu Ilahi, mempunyai adab-adab tersendiri bagi orang-orang yang membacanya. Adab-adab itu sudah diatur dengan sangat baik, untuk penghormatan dan keagungan Al Quran; tiap-tiap orang harus berpedoman kepadanya dalam mengerjakannya.
Adab membaca Al Quran menurut Imam Al Ghazali
Imam Al Ghazali di dalam kitabnya Ihya ‘Ulumuddin telah memperinci dengan sejelas-jelasnya bagaimana kehendaknya adab-adab membaca Al Quran itu. Malahan imam Al Ghazali telah membagi adab-adab membaca Al Quran yang mengenal batin, dan adab yang mengenal lahir. Adab yang mengenal batin itu, diperinci lagi menjadi arti memahami asal kalimat, cara hati membesarkan kalimat Allah, menghadirkan hati di kala membaca sampai ketingkat memperluas, memperhalus perasaan dan membersihkan jiwa. Dengan demikian kandungan ayat Al Quran yang dibca dengan perantara lidah, dapat bersemi dalam jiwa dan meresap ke dalam hati senubarinya. Kesemuanya ini adalah adab yang berhubungan dengan batin, yaitu dengan hati dan jiwa. Sebagai contoh imam Al Ghazali menjelaskan, bagaimana cara hati membesarkan kalimat Allah, yaitu bagi pembaca Al Quran ketika dia memulainya, maka terlebih dahulu ia harus menghadirkan dalam hatinya, betapa kebesaran Allah yang mempunyai kalimat-kalimat itu. Dia harus yakin dalam hatinya, bahwa yang di bacanya itu bukanlah kalam manusia, tapi adalah kalam Allah Azza wa Jalla. Membesarkan kalam Allah itu, bukan saja dalam membacanya, tetapi juga dalam menjaga tulisan-tulisan Al Quran itu sendiri. Sebagaimana yang di riwayatkan, ’Ikrimah bin Abi Jahl, sangat gusar hatinya bila melihat lembaran-lembaran yang bertuliskan Al Quran berserak-serak seolah-olah tersia-sia, lalu ia memungutnya selembar demi selembar, sambil berkata:”ini adalah kalam Tuhan ku! Ini adalah kalam Tuhan ku, membesarkan kalam Allah berarti membesarkan Allah.”
Adapun mengenai adab lahir dalam membaca Al Quran selain didapati di dalam kitab Ihya’ ‘Ulumuddin, juga banyak terdapat di dalam kitab-kitab lainnya. Misalnya dalam kitab Al Itqan oleh Al Imam Jalaluddin As Suyuthi, tentang adab membaca Al Quran itu diperincinya sampai menjadi beberapa bagian.
baca juga: 2 menit kita hidup di dunia
Adab membaca Al Quran
Di antara adab-adab membaca Al Quran, yang terpenting ialah:
- Di sunatkan membaca Al Qur’an sesudah berwudhu, dalam keadaan bersih, sebab yang di baca adalah wahyu Allah. Kemudian mengambil Al Quran hendaknya dengan tangan kanan; sebaiknya memegangnya dengan kedua belah tangan.
- Di sunatkan membaca Al Quran di tempat yang bersih, seperti: di rumah, di surau, di mushalla dan di tempat-tempat lain yang di anggap bersih. Tapi yang paling utama ialah di masjid.
- Disunatkan membaca menghadap kiblat, membacanya dengan khusyu’ dan tenang; sebaiknya dengan berpakaian yang pantas.
- Ketika membaca Al Qur’an, mulut hendaknya bersih, tidak berisi makanan, sebaiknya sebelum membaca Al Qur’an mulut & gigi di bersihkan lebih dahulu.
- Sebelum membaca Al Qur’an, disunatkan membaca ta’awudz, yang berbunyi: a’udzubillahi minasy syaithanirraj im. Sesudah itu barulah di baca bismillahirahmanirahim. Maksudnya, di minta terlebih dahulu perlindungan Allah swt., supaya terjauh dari pengaruh tipu daya syaitan, sehinga hati dan pikiran tetap tenang di waktu membaca Al Qur’an, terjauh dari gangguan-gangguan. Biasa juga orang sebelum atau sesudah membaca ta’awudz itu, berdo’a dengan maksud memohon kepada Allah supaya hatinya menjadi terang. Do’a itu, berbunyi sebagai berikut: "Ya Allah bukakanlah kiranya kepada kami hikmah-Mu dan taburkanlah kepada kami rahmat dari khazanah–Mu, ya Allah yang Maha Pengasih lagi Penyayang."
- Di sunatkan membaca Al Qur’an dengan tartil, yaitu dengan bacaan yang pelan-pelan dan tenang, sesuai dengan firman Allah dalam surat (73) Al Muzzammil ayat 4: “……… dan bacalah Al-Qur’an itu dengan tartil”. Telah berkata Ibnu Abbas r.a.:”Aku lebih suka membaca surat Al-baqarah dan Ali Imran dengan tartil, daripada kubaca seluruh Al-Qur’an dengan cara terburu-buru dan cepat-cepat.”
- Bagi orang yang sudah mengerti arti dan maksud ayat-ayat Al-Qur’an, disunatkan membacanya dengan penuh perhatian dan pemikiran tentang ayat-ayat yang dibacanya itu dan maksudnya. cara pembacaan seperti inilah yang dikehendaki, yaitu lidahnya bergerak membaca hatinya turut memperhatikan dan memikirkan arti dan maksud yang terkandung dalam ayat-ayat yang dibacanya. Dengan demikian ia akan sampai kepada hakikat yang sebenarnya, yaitu membaca Al-Qur’an serta mendalami isi yang terkandung di dalamnya. Hal itu akan mendorongnya untuk mengamalkan isi Al-Quran itu. Firman Allah dalam surat(4) An-Nisa ayat 82 berbunyi sebagai berikut: ”Apakah mereka tidak memperhatikan (isi) Al-quran?........” Bila membaca Al-Quran yang selalu di sertai perhatian dan pemikiran arti dan maksudnya, maka dapat dilakukan ketentuan-ketentuan terhadap ayat-ayat yang dibacanya. Umpamanya: bila bacaan sampai kepada ayat tasbih, maka dibacanya tasbih dan tahmid; bila sampai kepada ayat do’a dan istighfar, lalu berdo’a dan minta ampun; bila sampai kepada ayat azab, lalu meminta dan memohon rahmat dan begitulah seterusnya. Caranya, boleh diucapkan dengan lisan atau cukup dalam hati saja. Diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Daud, dari Ibnu Abbas yang maksudnya sebagai berikut: “Sesungguhnya Rasulullah s.a.w apabila membaca ayat pertama surat Al-A’la beliau lalu membaca “subhana rabbiyal a’la”.
- Dalam membaca Al Quran itu, hendaklah benar-benar diresapkan arti dan maksudnya, lebih-lebih apabila sampai pada ayat-ayat yang menggambarkan nasib orang-orang yang berdosa, dan bagaimana hebatnya siksaan yang disediakan bagi mereka. Sehubungan dengan itu, menurut riwayat, para sahabat banyak yang mencucurkan air matanya dikala membaca dan mendengar ayat-ayat sucu Al-Quran yang menggambarkan betapa nasib yang akan di derita oleh orang-orang yang berdosa.
- Disunatkan membaca Al-Quran dengan suara yang bagus dan merdu itu menambah keindahan uslubnya Al Quran Rasulullah s.a.w telah bersabda: “Kamu hiasilah Al Quran itu dengan suaramu yang merdu!” Diriwayatkan, bahwa pada suatu malam Rasulullah SAW. menunggu-nunggu, Siti ‘Aisyah r.a yang kebetulan agak terlambat datangnya. Setelah ia datang, Rasulullah SAW bertanya kepadanya:”Bagaimanakah keadaanmu?” ‘Aisyah menjawab:”Aku terlambat datang, karena mendengar bacaan Al Quran seseorang yang sangat bagus lagi merdu suaranya. Belum pernah aku mendegarkan suara sebagus itu. ”Maka Rasullulah terus berdiri dan pergi mendengarkan bacaan Al Qur’an yang dikatakan ’Aisyah itu, Rasululllah kembali dan menyatakan kepada Aisyah: “Orang itu adalah Salim, budak sahaya Abi Hujaifah. Puji–pujian bagi Allah yang telah menjadikan orang yang suaranya seperti Salim itu sebagai umatku.” Oleh sebab itu melagukan Al Quran dengan suara yang bagus, adalah di sunatkan, asalkan tidak melanggar ketentuan-ketentuan dan tata cara mebaca sebagaimana yang telah ditetapkan dalam ilmu Qiraat dan tajwid, seperti menjaga madnya, harkatnya (barisnya) idghamnya dan lain-lainya. Di dalam kitab ZAWAIDUR RAUDHAH, di terangkan bahwa melagukan Al Qur’an dengan cara bermain-main serta melanggar ketetentuan-ketentuan seperti tersebut di atas itu, haramlah hukumnya; orang yang membacanya di anggap fasiq, juga orang yang mendengarnya turut berdosa.
- Sedapat-dapatnya membaca Al Qur’an janganlah di putuskan hanya karena hendak bicara dengan orang lain. Hendaknya pembacaan di teruskan sampai ke batas yang telah di tentukan, barulah di sudahi. Juga di larang tertawa-tawa, bermain-main dan lain-lain yang semacam itu, ketika sedang membaca Al Qur’an. Sebab pekerjaan yang seperti itu tidak layak di lakukan sewaktu membaca Kitab Suci dan berarti tidak menghormati kesuciannya.
Itulah di antara adab-adab yang terpenting yang harus dijaga dan diperhatikan, sehingga dengan demikian kesucian Al Qur’an dapat terpelihara menurut arti yang sebenarnya.
Artikel lengkap baca di Musallamun.com/Musallamun.blogspot.com