Yaumul Mizan - Hari Penimbangan



Yaumul Mizan hari penimbangan

Allah SWT Masih Mentoleransi Orang-orang yang Melakukan Dosa

Amal demi amal telah dihadirkan dan dipertanggungjawabkan. Allah Maha Pemurah yang Maha Mengetahui bahwa manusia terdiri atas darah dan daging serta dari jiwa, akal dan nafsu.
Allah juga Maha Mengetahui bahwa selalu ada setan yang merayu dan menggangu manusia, karena itu Allah SWT masih mentoleransi orang-orang yang melakukan dosa selama beban dosanya tidak lebih berat dari beban kebaikannya.

Timbangan yang Adil dan Penuh Kebenaran

Allah menghadirkan apa yang dinamai Mizan atau Timbangan. Timbangan yang digunakan menimbang amal-amal manusia pada hari kebangkitan itu ialah kebenaran, atau yang berlaku pada hari itu adalah timbangan yang penuh dengan keadilan. Yakni timbangan yang berlaku pada hari itu tidak ada kecurangan, semuanya benar sesuai dengan kenyataan dan keadilan tidak ada kecurangan, tidak berlebih atau berkurang sedikitpun.
Tidak sebagaimana di dunia, karena itu maka barang siapa berat walau tidak banyak timbangan-timbangan amal kebaikannya, maka mereka itulah yang sungguh tinggi kedudukannya. Mereka adalah orang-orang yang beruntung, memperoleh surga dan apa yang mereka dapatkan. Dan barang siapa yang ringan timbangan-timbangannya maka mereka itulah yang sungguh jauh dari rahmat Allah, serta itu pula orang-orang yang merugikan dirinya sendiri, yakni hilang modalnya untuk kebaikan disebabkan mereka selalu mengingkari ayat-ayat Kami dan enggan untuk mengikuti petunjuk-petunjuk Al-Qur’an.

Setiap Amalan Memiliki Tolak Ukur yang Berbeda

Seorang ahli tafsir kontemporer mengemukakan bahwa kata “Mawazin” yang berarti timbangan-timbangan berbentuk jamak, ini artinya mengisyaratkan bahwa setiap amal ditimbang atau masing-masing amal memiliki tolak ukur, sehingga semua amal-amal menghasilkan timbangan yang tepat. Apalagi isi hati dan niat pun di timbang dan tentu saja setiap amal ada niatnya timbangan hari itu ialah kebenaran, berarti yang berlaku hari itu adalah timbangan yang penuh keadilan, maksudnya timbangan pada hari itu tidak disentuh oleh kecurangan, semuanya benar sesuai dengan kenyataan dan keadilan.
Ulama berpendapat bahwa timbangan itu berfungsi menampakkan beratnya amal kebajikan dan beratnya amal-amal buruk, karena itu ayat-ayat yang berbicara tentang timbangan selalu menjadikan sisi kebaikannya yang berat dan sisi keburukan yang ringan. Jika demikian ada semacam tolak ukur yang digunakan menimbang amal-amal dan beratnya.
Amal-amal yang baik beratnya sesuai dengan tolak ukur yang digunakan itu, dan itulah yang menunjukkan beratnya timbangan. Sedang amal-amal buruk yang tidak sesuai dengan tolak ukur itu maka ia tidak perlu ditimbang atau kalau pun ditimbang ia amat ringan.

Bentuk/Rupa Timbangan

Ini serupa dengan timbangan yang kita kenal, ia memiliki anak timbangan yang menjadi tolak ukur dan yang diletakkan di satu bagian dari sayap, misalnya sisinya yang disebelah kiri kemudian yang akan ditimbang diletakkan disayapnya disebelah kanan. Kalau apa yang ditimbang itu sesuai dengan apa yang menjadi tolak ukurnya maka ia diterima, dan bila tidak maka ia ditolak. Ia ditolak karena ia ringan, dan menjadikan kedua sayap timbangan tidk seimbang.
Sayap amal yang memenuhi tolak ukur akan diterima oleh Allah SWT sedang yang tidak memenuhi tolak ukur akan ditolak, persis seperti anak timbangan, ada yang satu pounds, seperempat atau setengah kilogram dan seterusnya. Semakin banyak amal buruk, semakin ringan timbangannya, bahkan bisa jadi timbangan seseorang tidak memiliki berat sama sekali. Shalat yang diterima ada syarat berat yang harus dipenuhinya, kalau kurang dari syarat itu maka di tolak. Demikian juga zakat, haji dan setiap amal baik manusia.

Telaga Nabi Hanya Untuk Umat Muslim

Semua telah diadili, kini mereka dipersilahkan melanjutkan perjalanan menuju ke tempat masing-masing melalui apa yang diistilahkan oleh Al-Qur’an dengan “Sirath”. Dalam beberapa riwayat ditemukan informasi bahwa sebelum mencapai sirath, mereka melalui apa yang dinamai Al-Haudt, yakni telaga, airnya sangat jernih, siapa yang meminumnya tidak akan merasakan haus lagi, HR.Bukhari melalui Abdullah bin Amr bin ‘Ash r.a.
Imam Muslim menambahkan bahwa ketika itu sungguh banyak yang berebut minum dari telaga Nabi Muhammad SAW itu, tetapi hanya kaum muslim yang diperkenankan meminumnya.
“Kalian mempunyai tanda yang tidak dimiliki oleh umat yang lain yaitu cahaya wajah dan dahi bekas-bekas air wudhu yang membasahi anggota badan kalian” (HR.Muslim)
Rasul SAW juga pernah menunjukkan bahwa ada sebagian besar umat islam yang dihalangi saat hendak meneguk air telaga, Rasulullah SAW mengenai mereka dan bersabda:
“(Biarkan mereka minum), mereka dari (umat)-Ku.” Tetapi yang menghalanginya berkata: “Engkau tidak mengetahui apa yang telah mereka lakukan sepeninggalmu (wahai nabi Muhammad). (HR. Bukhari)
Minumlah dari telaga Nabi SAW siapa yang berbahagia untuk minum, umat Nabi lain mendapat minum dari telaga nabi-nabi mereka, karena menurut riwayat At-Tirmidzi melalui Sakharah. Nabi SAW bersabda:
“Setiap nabi mempunyai telaga mereka berbangga dengan banyaknya pengunjung, saya mengharap kiranya telagakulah yang terbanyak pengunjungnya.”

Para Pendurhaka Akan Diantar Oleh Malaikat Ke Neraka

Disisi lain, Allah memerintahkan kepada malaikat agar menunjukkan mengantarkan para pendurhaka dengan firmannya:
“Maka tunjukkanlah kepada mereka Shirathol jahim (Yakni jalan ke neraka). (QS. Ash-Shaffat: 23).

Artikel lengkap baca di Musallamun.com/Musallamun.blogspot.com

Postingan terkait: