Allah SWT Masih Mentoleransi Orang-orang yang Melakukan Dosa
Amal demi amal telah dihadirkan dan
dipertanggungjawabkan. Allah Maha Pemurah yang Maha Mengetahui bahwa manusia
terdiri atas darah dan daging serta dari jiwa, akal dan nafsu.
Allah juga Maha Mengetahui bahwa
selalu ada setan yang merayu dan menggangu manusia, karena itu Allah SWT masih
mentoleransi orang-orang yang melakukan dosa selama beban dosanya tidak lebih
berat dari beban kebaikannya.
Timbangan yang Adil dan Penuh Kebenaran
Allah menghadirkan apa yang dinamai
Mizan atau Timbangan. Timbangan yang digunakan menimbang amal-amal manusia pada
hari kebangkitan itu ialah kebenaran, atau yang berlaku pada hari itu adalah
timbangan yang penuh dengan keadilan. Yakni timbangan yang berlaku pada hari
itu tidak ada kecurangan, semuanya benar sesuai dengan kenyataan dan keadilan
tidak ada kecurangan, tidak berlebih atau berkurang sedikitpun.
Tidak sebagaimana di dunia, karena
itu maka barang siapa berat walau tidak banyak timbangan-timbangan amal
kebaikannya, maka mereka itulah yang sungguh tinggi kedudukannya. Mereka adalah
orang-orang yang beruntung, memperoleh surga dan apa yang mereka dapatkan. Dan
barang siapa yang ringan timbangan-timbangannya maka mereka itulah yang sungguh
jauh dari rahmat Allah, serta itu pula orang-orang yang merugikan dirinya
sendiri, yakni hilang modalnya untuk kebaikan disebabkan mereka selalu
mengingkari ayat-ayat Kami dan enggan untuk mengikuti petunjuk-petunjuk
Al-Qur’an.
Setiap Amalan Memiliki Tolak Ukur yang Berbeda
Seorang ahli tafsir kontemporer
mengemukakan bahwa kata “Mawazin” yang berarti timbangan-timbangan berbentuk
jamak, ini artinya mengisyaratkan bahwa setiap amal ditimbang atau
masing-masing amal memiliki tolak ukur, sehingga semua amal-amal menghasilkan
timbangan yang tepat. Apalagi isi hati dan niat pun di timbang dan tentu saja
setiap amal ada niatnya timbangan hari itu ialah kebenaran, berarti yang
berlaku hari itu adalah timbangan yang penuh keadilan, maksudnya timbangan pada
hari itu tidak disentuh oleh kecurangan, semuanya benar sesuai dengan kenyataan
dan keadilan.
Ulama berpendapat bahwa timbangan
itu berfungsi menampakkan beratnya amal kebajikan dan beratnya amal-amal buruk,
karena itu ayat-ayat yang berbicara tentang timbangan selalu menjadikan sisi
kebaikannya yang berat dan sisi keburukan yang ringan. Jika demikian ada
semacam tolak ukur yang digunakan menimbang amal-amal dan beratnya.
Amal-amal yang baik beratnya sesuai
dengan tolak ukur yang digunakan itu, dan itulah yang menunjukkan beratnya
timbangan. Sedang amal-amal buruk yang tidak sesuai dengan tolak ukur itu maka
ia tidak perlu ditimbang atau kalau pun ditimbang ia amat ringan.
Bentuk/Rupa Timbangan
Ini serupa dengan timbangan yang
kita kenal, ia memiliki anak timbangan yang menjadi tolak ukur dan yang
diletakkan di satu bagian dari sayap, misalnya sisinya yang disebelah kiri
kemudian yang akan ditimbang diletakkan disayapnya disebelah kanan. Kalau apa
yang ditimbang itu sesuai dengan apa yang menjadi tolak ukurnya maka ia diterima,
dan bila tidak maka ia ditolak. Ia ditolak karena ia ringan, dan menjadikan
kedua sayap timbangan tidk seimbang.
Sayap amal yang memenuhi tolak ukur
akan diterima oleh Allah SWT sedang yang tidak memenuhi tolak ukur akan ditolak,
persis seperti anak timbangan, ada yang satu pounds, seperempat atau setengah
kilogram dan seterusnya. Semakin banyak amal buruk, semakin ringan
timbangannya, bahkan bisa jadi timbangan seseorang tidak memiliki berat sama
sekali. Shalat yang diterima ada syarat berat yang harus dipenuhinya, kalau
kurang dari syarat itu maka di tolak. Demikian juga zakat, haji dan setiap amal
baik manusia.
Telaga Nabi Hanya Untuk Umat Muslim
Semua telah diadili, kini mereka
dipersilahkan melanjutkan perjalanan menuju ke tempat masing-masing melalui apa
yang diistilahkan oleh Al-Qur’an dengan “Sirath”. Dalam beberapa riwayat ditemukan
informasi bahwa sebelum mencapai sirath, mereka melalui apa yang dinamai
Al-Haudt, yakni telaga, airnya sangat jernih, siapa yang meminumnya tidak akan
merasakan haus lagi, HR.Bukhari melalui Abdullah bin Amr bin ‘Ash r.a.
Imam Muslim menambahkan bahwa
ketika itu sungguh banyak yang berebut minum dari telaga Nabi Muhammad SAW itu,
tetapi hanya kaum muslim yang diperkenankan meminumnya.
“Kalian
mempunyai tanda yang tidak dimiliki oleh umat yang lain yaitu cahaya wajah dan
dahi bekas-bekas air wudhu
yang membasahi anggota badan kalian” (HR.Muslim)
Rasul SAW juga pernah menunjukkan
bahwa ada sebagian besar umat islam yang dihalangi saat hendak meneguk air
telaga, Rasulullah SAW mengenai mereka dan bersabda:
“(Biarkan
mereka minum), mereka dari (umat)-Ku.” Tetapi yang menghalanginya berkata:
“Engkau tidak mengetahui apa yang telah mereka lakukan sepeninggalmu (wahai
nabi Muhammad). (HR.
Bukhari)
Minumlah
dari telaga Nabi SAW siapa yang berbahagia untuk minum, umat Nabi lain mendapat
minum dari telaga nabi-nabi mereka, karena menurut riwayat At-Tirmidzi melalui
Sakharah. Nabi SAW bersabda:
“Setiap nabi mempunyai telaga
mereka berbangga dengan banyaknya pengunjung, saya mengharap kiranya
telagakulah yang terbanyak pengunjungnya.”
Para Pendurhaka Akan Diantar Oleh Malaikat Ke Neraka
Disisi
lain, Allah memerintahkan kepada malaikat agar menunjukkan mengantarkan para
pendurhaka dengan firmannya:
“Maka tunjukkanlah kepada mereka
Shirathol jahim (Yakni jalan ke neraka). (QS. Ash-Shaffat: 23).
Artikel lengkap baca di Musallamun.com/Musallamun.blogspot.com
Artikel lengkap baca di Musallamun.com/Musallamun.blogspot.com