Shirath
dari segi bahasa adalah jalan yang lebar, berasal dari kata Sho ro tho yang berarti menelan,
seakan-akan berjalan di Shirath itu di telan oleh jalan tersebut. Sementara
ulama mengilustrasikan jalan itu sebagai jembatan menuju surga, di bawah
jembatan itu terdapat neraka, jurang neraka yang terdalam terdapat di bawah
permukaan jembatan. Itu berarti yang terjatuh pada amal perjalanan akan
memperoleh siksa yang paling pedih, sedang bagian akhir bawah jembatan itu
adalah jurang neraka yang paling dangkal, sehingga siksanya pun relative lebih
ringan daripada yang sebelumnya.
Orang-orang
yang melalui shirat atau jalan ini pun beragam. Imam Muslim meriwayatkan bahwa
ada yang melewatinya seperti kilat, ada yang seperti angina kencang, ada lagi
seperti lajunya burung, demikian seterusnya sampai ada yang melewatinya dengan
merayap. Saat manusia melewati shirat itu, Nabi SAW berdiri di ujung shirat
memandangi umatnya sambil berdo’a “Sallim,
sallim, (Tuhan ku selamatkanlah, selamatkanlah)” .
Banyak
juga riwayat yang melukiskan jembatan itu, salah satu yang paling populer
adalah bahwa ia bagaikan sehelai rambut yang di belah tujuh, ini sungguh tidak
sejalan dengan makna kebahasaan shirat yakni jalan yang lebar.
Al-Kurtubi
dalam kitab Tazkirah menyebutkan bahwa memahami shirat sebagai benar-benar
kenyataannya lebih tajam dari pedang dan lebih halus dari rambut sama sekali
tidak dapat dibenarkan, apalagi sebagian banyak riwayat menyebutkan bahwa di
kiri dan kanannya ada malaikat dan bahwa sepanjang jalan ada duri dan rantai dan
ada juga orang yang merayap, ada pula yang jatuh kemudian bangun kembali, semua
itu menunjukkan bahwa shirat yang dimaksud bukan sehalus rambut, karena hal-hal
yang dimaksud ini tidak mungkin ada atau terjadi kalau shirat itu sehalus
rambut.
Memang
sementara pakar hadis menilai bahwa menyifatkan shirat dengan lebih halus dari
rambut dan lebih tajam dari pedang itu tidak memiliki dasar sama sekali,
maksudnya tidak ada riwayat yang shahih menyangkut menyifatkan itu. Allah SWT
menegaskan semua orang akan menyebrangi shirat itu dalam firmannya:
“Dan tidak ada
seorang pun dari kamu, melainkan akan mendatanginya. Hal itu bagi Tuhanmu
adalah suatu kepastian yang sudah ditetapkan. Kemudian kami akan menyelamatkan
orang-orang yang bertaqwa dan membiarkan orang-orang yang lalim di dalam neraka
dalam keadaan berlutut.” (QS. Maryam : 71 - 72)
Semua orang akan melewatinya
Sahabat
Nabi SAW, Ibnu Rawahah r.a. suatu ketika menangis istrinya pun ikut menangis
ketika ditanya suaminya sebab tangisnya sang istri menjawab : aku melihatku
menangis maka aku pun menangis. Beliau berkata: aku menangis karena aku tahu
pasti akan melewati neraka, dan aku tidak tahu apakah aku akan selamat atau
tidak.
Amirul
Mu’minin Umar bin Al-Khattab r.a. pernah berpesan: hitung-hitunglah
amalan-amalan yang ada pada diri kalian sebelum amalan kalian dihitung,
timbanglah amalan kalian sebelum kalian ditimpang. Hal itu bakal meringankan hisab kalian besok pada hari
kiamat, yaitu kalian menghitung-hitung amalan yang ada pada diri kalian pada
hari ini dan menimbang-nimbangnya untuk mempersiapkan diri menghadapi hari,
waktu dipampangkannya seluruh amalan.
Firman
Allah:
Pada
hari itu kamu dihadapkan kepada tuhanmu, tiada sesuatu pun dari keadaanmu yang
tersembunyi baginya.
Wallahu
A‘alam.
Ya Allah, hisablah
kami di akhirat kelak dengan hisab yang mudah. Amiin ya Rabbal ‘Aalamiin
Selanjutnta - Perang Akhir Zaman - Dimana Posisi Kita Sekarang?
Selanjutnta - Perang Akhir Zaman - Dimana Posisi Kita Sekarang?